Era industrialisasi kelautan dan perikanan dengan
pendekatan ekonomi biru (blue economy) yang dicanangkan Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan perkembangan positif. Indikator
Kinerja Utama (IKU) KKP tahun 2012 terutama pembangunan di bidang
ekonomi dan lingkungan hidup menjadi cerminan keberhasilan tersebut.
Beberapa indikator menunjukkan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
Perikanan sebesar 6,48%, produksi perikanan mencapai 15,26 juta ton,
produksi garam menyentuh angka 2,02 juta ton tingkat konsumsi ikan dalam
negeri naik hingga 33,89 kg/kapita serta Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang
memberi gambaran peningkatan taraf hidup nelayan sudah mencapai angka
105,37. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C
Sutardjo, saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KKP, di
Jakarta (19/2).
Sharif menegaskan, sesuai dengan
program nasional, KKP juga telah berhasil mengembangkan kawasan
konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan mencapai luas
16,06 juta ha serta penambahan kawasan konservasi seluas 661,4 ribu ha.
Disamping itu, jumlah pulau-pulau kecil termasuk pulau kecil terluar
yang telah dikelola sebanyak 60 pulau. Sedangkan dalam bidang pengawasan
, presentase wilayah perairan yang bebas IUU Fishing dan kegiatan yang
merusak sumberdaya Kelautan dan Perikanan dapat ditekan hingga 41%.
“Melalui Rakornas ini, pembangunan kelautan dan perikanan diharapkan
dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat. Hal ini tentunya menjadi amanah bagi kita semua untuk kerja
keras, kerja cerdas dan kerja tuntas dalam menyelesaikan target-target
pembangunan pada RPJM Tahun 2010-2014,” tandas Sharif.
Tahun
2013, tegas Sharif, KKP tetap akan fokus pada pelaksanaan
industrialisasi kelautan dan perikanan dengan pendekatan blue economy,
melalui peningkatan nilai tambah dan sinergi hulu-hilir usaha ekonomi
kelautan dan perikanan. Program ini berbasis pada komoditas, kawasan
serta pembenahan sistem dan manajemen. Untuk program pengembangan
kawasan minapolitan, KKP akan melakukan evaluasi kegiatan minapolitan
dan tindak lanjut percepatan pengembangannya melalui strategi
industrialisasi. Termasuk program PNPM Mandiri KP dan program
Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) dalam rangka pelaksanaan Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) melalui
evaluasi dampak PNPM Mandiri KP. “Sesuai dengan roadmap dan kriteria
yang telah ditetapkan, pelaksanaan program PUMP, PUGAR dan PDPT akan
dilaksanakan di 200 lokasi pelabuhan PPI serta memastikan kegiatan
lintas sektor dapat terlaksana,“ jelasnya.
Sharif
menjelaskan, untuk mendukung MP3EI, KKP tetap melaksanakan pengembangan
sarana dan prasarana kelautan dan perikanan pada 3 Koridor Ekonomi
(Sulawesi, Nusa Tenggara dan Bali, serta Papua dan Papua Barat).
Diantaranya, pengembangan infrastruktur perikanan berkoordinasi dengan
Pemerintah Daerah (Pemda) dan lintas kementerian dan lembaga. Disamping
itu juga dilakukan penguatan litbang dan peningkatan kapasitas SDMKP
serta penguatan penyuluhan melalui perluasan jangkauan Iptekmas, inovasi
litbang, pelatihan dan penyuluhan serta peningkatan mutu pendidikan.
Tahun ini KKP juga tetap fokus pada pengembangan karantina ikan dan
pengendalian mutu melalui peningkatan mutu produk dan pengendalian impor
ikan. “Untuk bidang konservasi dan lingkungan, KKP telah mendorong
Pemda terlibat pelaksanaan COREMAP III serta peningkatan kualitas
lingkungan di pulau-pulau kecil melalui rehabilitasi ekosistem pesisir
,” paparnya.
TARGET IKU 2014
Sharif
menjelaskan, untuk target IKU KKP Tahun 2014 , KKP telah menargetkan
pencapaian angka pertumbuhan PDB perikanan sebesar 7,25% atau naik 0,77%
dari tahun sebelumnya. Produksi perikanan ditargetkan akan mencapai
22,39 juta ton terdiri dari perikanan tangkap sebesar 5,50 juta ton dan
perikanan budidaya sebesar 16,89 juta ton. Sedangkan untuk produksi
garam rakyat sebesar 3,03 juta ton atau naik sekitar 1 juta ton dari
produksi sebelumnya. Demikian juga untuk NTN dan NTPi diharapkan akan
menyentuh angka 112, termasuk tingkat konsumsi ikan dalam negeri harus
mencapai 38 kg per kapita. “Selain kinerja membaik, untuk penanganan
kasus seperti kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra
bisa ditekan dibawah 10 kasus,” ujarnya.
Menurut
Sharif, masih banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi KKP dalam
mengelola sumber daya kelautan dan perikanan. Diantaranya adalah hampir
25,37% dari 7,87 juta penduduk miskin nasional tinggal di wilayah
pesisir. Selain itu, masih terbatasnya akses permodalan, kurang
optimalnya ketersediaan sarana prasarana kelautan dan perikanan, menjadi
kendala serius. Masalah lain, tingkat pendidikan dan keterampilan yang
terbatas serta sistem pendataan kelautan dan perikanan yang masih perlu
terus ditingkatkan dan pembiayaan baik APBN maupun APBD masih terbatas.
“Untuk itu, sangat diperlukan dukungan lintas Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah. Seperti pembangunan infrastruktur dan konektivitas
melalui penyediaan lahan bagi infrastruktur, kerjasama antar daerah
dalam pembangunan infrastruktur dan konektivitas, serta perubahan
mindset masyarakat untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan
konektivitas,” tegasnya.
Ditambahkan, untuk
mendorong terwujudnya kawasan pertumbuhan ekonomi berbasis partisipasi
sektor usaha KP, pemerintah bisa melakukan pemberian insentif dan
perlakuan khusus. Upaya ini untuk mengundang sektor usaha membangun
kawasan pertumbuhan ekonomi, serta penyediaan areal/lahan bagi penanam
modal. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan daya saing produk
perikanan serta debottlenecking melalui simplifikasi perijinan dan
peraturan daerah yang menunjang iklim investasi. “Banyak hal lain yang
bisa memacu pertumbuhan investasi, diantaranya insentif pajak daerah,
peningkatan kualitas pelayanan terhadap penanam modal, mendukung sektor
unggulan di daerah masing-masing,” jelasnya.
Sharif
menjelaskan, untuk mendukung program tersebut KKP telah mengundangkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2012 tentang
Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas dan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di
WPP-NRI. Sebagaimana kita ketahui, usaha perikanan tangkap di laut lepas
meliputi wilayah samudera hindia dan samudera pasifik dan dapat
dilakukan dengan menggunakan kapal perikanan dengan ukuran di atas 30 GT
dengan ketentuan harus didaftarkan oleh Pemerintah pada organisasi
pengelolaan perikanan regional. “Dengan Permen ini diharapkan kegiatan
penangkapan ikan di laut lepas dapat meningkatkan hasil tangkapan yang
berdampak pada meningkatnya ekspor hasil perikanan,” jelasnya.
Pemerintah,
tandas Sharif akan memberikan kemudahan untuk mendukung usaha
penangkapan ikan dilaut lepas. Diantaranya, ikan hasil tangkapan di laut
lepas dapat langsung didaratkan di pelabuhan luar negeri, dengan
ketentuan menyampaikan laporan kepada pelabuhan pangkalan di Indonesia
dan menyampaikan bukti pendaratan ikan di luar negeri. Kebijakan ini
dilakukan dalam rangka pendataan sumber daya dan untuk mengatasipasi
kegiatan penangkapan ikan yang melebihi kuota yang telah ditetapkan
organisasi internasional. “Mereka juga dapat melakukan transhipment dari
kapal penangkap ikan ke kapal pengangkut ikan baik di tengah laut
maupun di pelabuhan negara lain yang menjadi anggota Regional Fisheries
Management Organisation (RFMO) pada wilayah RFMO yang sama,” jelasnya.
Menurut
Sharif, Permen Nomor PER.30/MEN/2012 ini memiliki keunggulan dibanding
peraturan sebelumnya. Diantaranya, mempercepat industrialisasi perikanan
tangkap, dengan aturan yang membolehkan pengadaan kapal perikanan baru
dan bukan baru dari dalam negeri dan luar negeri dengan ukuran yang
memadai atau lebih besar. Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan dan produksi
hasil penangkapan ikan di ZEEI di luar 100 mil. Selain itu, Permen ini
diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat perikanan,
melalui aturan kewajiban usaha perikanan tangkap terpadu dan pemilik
kapal kumulatif di atas 200 GT untuk mengolah ikan hasil tangkapan pada
unit pengolahan ikan di dalam negeri. “Sesuai dengan konsep Blue
Economy, Permen ini sangat mendukung pengelolaan sumber daya ikan yang
bertanggung jawab. Terutama melalui pendataan statistik dan pelaporan
hasil tangkapan yang lebih baik,” jelasnya.
Ditambahkan,
Permen Nomor PER.30/MEN/2012 secara langsung akan memberikan kemudahan
lain bagi para pelaku usaha. Dimana, persyaratan perizinan lebih
disederhanakan dan pemeriksaan fisik kapal hanya dilakukan pada saat permohonan awal dan apabila terjadi perubahan. Selain itu, masa waktu pembayaran pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil perikanan (PHP) lebih diperpanjang yang semula 5 (lima) hari menjadi 10 (sepuluh) hari. Kemudahan lain, pengusaha yang telah memiliki SIUP di Laut Lepas dapat digunakan juga di WPP-NRI, begitupun sebaliknya. “Pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha pengolahan ikan maupun pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha penangkapan ikan,” tambahnya.
disederhanakan dan pemeriksaan fisik kapal hanya dilakukan pada saat permohonan awal dan apabila terjadi perubahan. Selain itu, masa waktu pembayaran pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil perikanan (PHP) lebih diperpanjang yang semula 5 (lima) hari menjadi 10 (sepuluh) hari. Kemudahan lain, pengusaha yang telah memiliki SIUP di Laut Lepas dapat digunakan juga di WPP-NRI, begitupun sebaliknya. “Pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha pengolahan ikan maupun pelaku usaha yang melakukan pengembangan usaha penangkapan ikan,” tambahnya.
Sumber: Siaran Pers
www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/8676/INDUSTRIALISASI-BERBASIS-EKONOMI-BIRU-DORONG-PENGUATAN-EKONOMI-RAKYAT/?category_id=34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar