Rabu, 20 Februari 2013

Polisi dan Nelayan Bentrok, 55 Ditangkap, Ratusan Terluka A

Aksi demonstrasi ribuan warga Kwala Gebang di Mapolres Langkat yang meminta 23 rekan mereka dibebaskan, pasca pembakaran dua unit boat pukat grandong, berujung bentrok. Ratusan nelayan berdarah-darah dihajar polisi usai mengobral tembakan peringatan, Selasa (22/1) siang. Bukan itu saja, sebanyak 55 nelayan yang dituduh anarkis pun turut diamankan.
Awalnya, seribuan nelayan dari berbagai desa dan kecamatan, mendatangi Polres Langkat kemarin siang. Mereka meminta polisi membebaskan 23 nelayan yang ditangkap dalam kasus pembakaran 2 pukat grandong milik pengusaha berdarah Tionghoa, sehari sebelumnya. Setelah berorasi, sejumlah perwakilan nelayan diterima untuk melakukan pertemuan di Aula Polres Langkat. Sementara, sejumlah besar nelayan, bertahan di depan Polres Langkat sembari menunggu keputusan. Perlahan, seribuan nelayan yang tadinya duduk tenang, sekitar pukul 15.00 WIB, mulai tak sabar menunggu.
Mereka marah karena lamanya pertemuan. Teriakan dan makian tak kunjung direspon, sehingga mereka mendadak emosi dan menyerang polisi yang memblokade. Serangan bertubi-tubi menggunakan batu dan kayu, membuat polisi sempat mundur. Bahkan, gerbang yang tadinya tertutup rapat sempat terbuka dan ribuan warga mencoba untuk meringsek masuk. Melihat situasi kian mencekam, akhirnya ratusan personil Polres Langkat yang dibantu personil Polres Binjai dan Detasemen A Brimob Binjai, akhirnya menghalau amuk nelayan yang mulai anarkis. Upaya petugas menghalau warga nyaris saja gagal jika tidak mengeluarkan tembakan peringatan ke udara secara berulang kali. Obral peluru itu membuat warga nelayan yang terdiri dari kaum ibu-ibu, bapak serta anak-anak itu langsung membubarkan diri ke segala penjuru.
Melihat warga sudah berhamburan, seluruh personil polisi yang disiagakan langsung menghalau sembari terus meletuskan tembakan peringatan. Pengejaran yang dilakukan petugas terhadap warga, membuat situasi Kota Stabat menjadi heboh. Pasalnya, pengejaran yang dilakukan petugas terhadap warga sampai memasuki perkampungan. Dalam pengejaran yang dilakukan petugas tersebut, satu persatu warga akhirnya berhasil digiring ke Polres Langkat dalam keadaan babak belur. Maklum, petugas yang sudah berang melampiaskan amarahnya dengan cara memukul, menunjang dan menyeret warga nelayan hingga tersungkur. Sebelum aksi massa terjadi, di ruang pertemuan, pembahasan pembebasan ke-23 nelayan berjalan tenang. Meski sempat terjadi tegang urat karena adanya dua warga yang dianggap sebagai penyusup, tetapi hal itu dapat diatasi.
Selama pertemuan berlangsung, warga nelayan meminta dengan tegas agar 23 orang temannya dibebaskan. Selain itu, warga juga meminta agar petugas Pol Air serta Dinas Perikanan dan Keluatan Pemkab Langkat, menindak tegas pukat grandong dan sejenisnya. Karena menurut warga, apa yang dilakukan pengusaha pukat grandong sudah melanggar Kepmen nomor 2 dan 6 tahun 2011 serta surat ederan Bupati Langkat. Bukan itu saja, lemahnya pengamanan dan belum adanya tindakan terhadap pukat grandong, menjadikan tangkapan nelayan tradinsioanl makin berkurang. “Bagaimana kami tidak kekurangan pak. Kalau soal tangkapan pukat grandong mencapai 50 ton satu kali turun tidak masalah. Yang jadi masalah sekarang ini trumbu karang atau ekosistem bawah laut jadi rusak,” tegas Nazruddin, perwakilan warga.
“Kalau ekosistem bawah laut sudah rusak. Secara otomatis ikan tidak akan ada lagi. Soalnya, ikan tidak mau datang karena makanan sudah habis atau dirusak oleh pukat grandong tersebut,” urainya dengan nada lantang. Menanggapi hal itu, Dit Pol Air Poldasu, Kompol Revol menegaskan, pihaknya siap ikut serta dalam melakukan tindakan pukat grandong di perairain Langkat. “Yang jelas, untuk pukat yang ditarik dengan dua kapal memang dilarang dalam undang-undang. Untuk itu, kami dari Pol Air siap menindaklanjutinya,” tegas Revol. “Jadi dalam pertemuan ini kita tinggal membahas pembebasan 23 warga yang diamankan. Untuk pukat grandong, kita sepakat untuk menindaknya. Dan dalam waktu dekat ini, kita akan gelar operasi bersama intansi terkait. Yang mana tidak ada izin, kita sita dan dimusnahkan,” timpal Waka Polres Langkat, Kompol Safwan Hayat.
Setelah semua sepakat untuk menindak pukat grandong, pertemuan ditunda untuk menunggu kedatangan pengusaha pukat grandong tersebut. Namun, disamping menunggu kedatanngan penguaha pukat itu, ribaun warga nelayan yang berada di luar pagar Polres Langkat secara mendadak mengamuk. Sehingga pertemuan menjadi bubar dan berantakan.  Waka Polres Langkat, Kompol Safwan Hayat, ketika berada di ruang Kapolres Langkat mengakui, kalau dirinya bingung dengan persitiwa ini. “Padahal pertemuan tadi tinggal menentukan pembebasan 23 warga. Tapi ujung-ujungnya kok bisa jadi seperti ini. Mungkin ada provokator makanya warga dapat bertindak anarkis. Tapi jelasnya, kita periksa dulu 55 warga nelayan yang diamankan pasca tindakan anarkis itu,” ujar Kompol Safwan Hayat.
Kasat Reskrim Polres Langkat, AKP Rosyid, saat dikonfirmasi terkait pertemuan tentang pembebasan 23 orang warga nelayan itu menyebutkan, bahwa pertemuan itu akan dilanjutkan. “Informasi sementara, pertemuan kedua terkait masalah ini akan dilakukan,” ucap Rosyid via pesan singkatnya. Celakanya, Kadis Perikanan dan Keluatan, Ali Mukti, dalam pertemuan itu mengatakan, sebelum tindakan pemakaran, pihaknya sudah berencana melakukan operasi atau penertiban pukat grandong. “Tapi belum lagi kita lakukan penertiban, peristiwa ini sudah terjadi,” kilah Ali Mukti. “Masalah ini sebenarnya sudah berulang kali dibawa ke dalam pertemuan. Bahkan, solusi untuk pukat grandong saat itu kita berikan bisa beroperasi dengan jarak diatas 6 mil,” ungkapnya. Lantas, ucapan Ali Mukti disentil Waka Polres, Kompol Safwan Hayat. “Ini semua sebenarnya jadi pelajaran. Setiap tindakan itu tidak perlu ditunda,” tegasnya. Bukan itu saja, nelayan, Waka Polres Langkat dan Dit Pol Air Poldasu, sepakat menindak semua pukat grandong dan sejenisnya tanpa diberi toleransi dapat beroperasi di atas 6 mil. Kecuali pukat pasif yaitu pukat sejenis grandong yang tidak bergerak.
Setelah semuanya terkendali, personil polisi kembali dibariskan dan diberi amanat. Sementara ke 55 nelayan yang diamankan masih menjalani perawatan untuk dimintai keterangan. Bentrok fisik oknum polisi dan warga itu, membuat Polres Langkat ‘dibanjiri’ darah segar dari para warga maupun aparat yang terkena lemparan. Sebelum situasi tenang, Waka Polres Langkat, Kompol Safwan Hayat, memerintahkan pasukannya untuk menarik diri guna berkumpul di halaman Polres. Ketika peristiwa berdarah itu terjadi, sejumlah anggota DPRD Langkat, Kepala Dinas (Kadis) Perikanan dan Keluatan serta sejumlah camat yang hadir dalam pertemuan pembahasan persoalan pukat grandong tersebut terlihat bingung. Sebab, mereka seakan tak menyangka warga dapat bertindak nekat bertindak anarkis.
Bukan itu saja, selama peristiwa itu berlangsung, sejumlah anggota dewan terus mencoba melerai aparat kepolisian untuk tidak main pukul. Namun dalam situasi yang amat tegang, permintaan sejumlah anggota Dewan itu seakan tak dihiraukan. “Kenapa bisa jadi begini. Udah pak, bilang sama anggota bapak, warga jangan dipukuli,” pinta Kristina, salah seorang anggota dewan dengan raut wajah yang histeris.
Bahkan saat peristiwa itu berlangsung, Waka Polres Langkat, Kompol Safwan Hayat, juga terlihat kewalahan menenangkan pasukannya yang sudah berang melihat sikap warga nelayan tersebut. “Sudah-sudah, jangan ada yang memukul,” teriak Safwan di halaman Polres yang berdampingan dengan Kristin.
>> Kasat Pol Air  Terancam Copot
Tak hanya membuat puluhan nelayan berdarah, kasus pembakaran pukat grandong juga mengancam jabatan Kasat Pol Air Polres Langkat, AKP Widodo. Jabatan Widodo semakin diujung tanduk setelah Dit Pol Air Poldasu, Kompol Revol, menyatakan dengan tegas akan mencari pengganti Widodo.  “Kalau memang pak Widodo yang kurang aktif, akan kita ganti,” tegas Revol di hadapan sejumlah warga nelayan ketika berlangsungnya pertemuan di Aula Polres Langkat. Namun sebelum mengganti Widodo, Revol terlebih dahulu mencari tahu kepastian laporan warga. “Kurang aktifnya Pak Widodo akan kami tindak lanjuti. Jika memang terbukti, maka pergantian akan kami lakukan,” tegasnya, dan disambut yel-yel perwakilan ribuan warga nelayan.
Sebelumnya, Nazruddin Boy, salah seorang perwakilan nelayan tradisonal dalam pertemuan itu mengungkapkan, saat ini ia dipercayakan Polres Langkat untuk membantu tugas Pol Air dalam mengawasi aktifitas pukat grandong dan sejenisnya. “Tapi nyatanya apa? Sudah sering kali saya melaporkan adanya aktifitas pukat grandong, tapi tidak pernah ada tindakan,” tegas Nazruddin sembari memperlahatkan kartu anggota sebagai pembantu petugas Pol Air.
Dalam menjalankan tugas, lanjutnya, ia tidak pernah menerima gaji ataupun pemberian lain dari pihak Pol Air Polres Langkat. “Saya rela tidak digaji dan terus melaporkan aktifitas pukat grandong. Karena yang kami butuh, hanya ditindakan terhadap pukat grandong. Semua itu saya lakukan demi sejengkal perut pak,” tandasnya. Maka dari itu, kata Nazruddin, pembakaran kapal yang dilakukan warga bukan ada unsur kesengajaan ataupun provokator. “Kami bergerak karena semuanya sudah kehilangan kesabaran. Jadi yang dilakukan warga, bukan diprovokatori melainkan bergerak berdasarkan hati nurani,” ungkapnya.
Untuk itu, Nazruddin serta ribuan warga nelayan meminta 23 warga yang diamankan dapat dibebsakan tanpa harus menjalani hukuman. “Karena apa yang kami lakukan ini, atas dasar hati nurani dan demi sejengkal perut,” ucapnya.
Kasat Reskrim Polres Langkat, AKP Rosyid, dalam pertemuan itu juga angkat bicara. Menurutnya, kurang efektifnya tindakan yang dilakukan Pol Air Polres Langkat, akibat kurangnya sarana dan prasarana. “Pak Widodo sempat menyampaikan kepada saya. Bahwa Pol Air kekurangan sarana dan prasarana untuk menindak para nelayan pukat grandong. Nah, untuk 23 warga yang kami amankan, semuanya dalam kondisi baik,” terangnya.
“Untuk sementara waktu, 23 orang warga masih kami amankan guna menjalani pemeriksaan. Sampai saat ini, 23 warga itu tetap kami beri makan dan tidak ada mendapat pukulan dari pihak kepolisian. Jadi warga diharap tenang, karena polisi berhak mencari atau meminta keterangan terhadap 23 warga itu dalam waktu 24 jam,” tegasnya.
Sumber:

STABAT-PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar